Asumsi dan teori lama yang sudah menjadi mitos tentang lemahnya kapasitas usaha mikro dalam mengelola pinjaman, telah dipatahkan dengan keberhasilan performance Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di banyak negara berkembang (termasuk Indonesia). Keuangan mikro kini dianggap sebagai terobosan institusional untuk melayani pembiayaan masyarakat perdesaan maupun perkotaan para pengusaha mikro.
Keuangan mikro supaya terfokus, profesional dan efektif secara luas melayani kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang betul-betul membutuhkan, Microcredit Summit mensyaratkan 4 prinsip utama yang harus dipertimbangkan dalam merencanakan Lembaga Keuangan Mikro. Adapun prinsip-prinsip utama tersebut adalah :
1. Reaching the poorest
The poorest yang dimaksud adalah masyarakat paling miskin, namun secara ekonomi mereka aktif (economically active). Secara internasional mereka dipahami merupakan separo bagian bawah dari garis kemiskinan nasional.
2. Reaching and empowering women
Wanita merupakan korban yang paling menderita dalam kemiskinan, oleh sebab itu mereka harus menjadi fokus utama. Disamping itu, dari pengalaman lapangan di berbagai negara menunjukkan bahwa wanita merupakan peminjam, pemakai dan pengembali kredit yang baik.
3. Building financially sustainable institution
Agar secara terus menerus dapat melayani masyarakat miskin, sehingga semakin banyak yang terlayani, maka secara financial kelembagaan tersebut harus terjamin berkelanjutan.
4. Measurable impact
Dampak dari kehadiran kelembagaan dapat diukur sehingga evaluasi dapat dilakukan, hal ini dimaksudkan untuk perbaikan kinerja kelembagaan.
Merefleksikan berbagai hal yang dikemukakan di muka, jelas bahwa lembaga keuangan mikro memerankan posisi yang penting. Era otonomi daerah merupakan peluang bagi pengembangan keuangan mikro, maupun dalam arti sebaliknya, otonomi daerah dapat memanfaatkan lembaga keuangan mikro untuk mengembangkan daerahnya.
Setidaknya terdapat beberapa hal yang diperankan LKM dalam otonomi daerah :
1. Mendukung pemerataan pertumbuhan
Pelayanan keuangan mikro secara luas, secara efektif akan terlayani berbagai kelompok usaha mikro, maka perkembangan usaha mikro yang kemudian berubah menjadi usaha kecil, hal ini akan memfasilitasi pemerataan pertumbuhan.
2. Mengatasi kesenjangan kota dan desa
Akibat jangkauan lembaga keuangan mikro yang luas, bisa meliputi desa dan kota, hal ini merupakan terobosan pembangunan. Harus diakui, pembangunan selama ini acap kali kurang adil pada masyarakat desa, sebab lebih condong mengembangkan kota. Salah satu indikatornya adalah dari derasnya arus urbanisasi dan pesatnya perkembangan keuangan mikro yang berkemampuan menjangkau desa, tentu saja akan mengurangi kesenjangan desa dan kota.
3. Mengatasi kesenjangan usaha besar dan usaha kecil
Sektor yang selama ini mendapat akses dan kemudahan dalam mengembangkan diri adalah usaha besar, akibatnya timbul jurang yang lebar antara perkembangan usaha besar dan semakin tak terkejar oleh usaha kecil. Dengan dukungan pembiayaan usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kesenjangan yang terjadi. Disamping itu, dengan semakin cepatnya perkembangan usaha kecil akan ikut mendukung perkembangan usaha besar, serta sebaliknya.
4. Mengurangi capital outflow dari desa-kota maupun daerah-pusat
Masyarakat desa mempunyai kemampuan menabung yang cukup tinggi, terbukti dari akumulasi tabungan yang mencapai 21,8 trilyun rupiah pada BRI Unit Desa. Meski demikian, kemampuan memanfaatkan kredit hanya 9,9 trilyun pada bulan Januari 2002 atau kurang dari setengahnya (sumber Bank Indonesia). Hal ini memperlihatkan bahwa askes faktor produksi dari masyarakat desa, telah diserap oleh masyarakat kota. Artinya akses pertumbuhan yang dibangun oleh masyarakat desa telah “disedot” oleh masyarakat kota, sehingga kota bisa menjadi lebih pesat sementara desa akan mengalami kemandekan. Sedangkan capital outflow dari daerah ke pusat diindikasikan kuat terjadi pula, hal ini dapat dilihat dari perkembangan kota-kota besar yang sedemikian pesat, semakin meninggalkan pertumbuhan daerah. Lembaga keuangan mikro, lebih berkemampuan memfasilitasi agar tabungan dari masyarakat desa atau daerah terkait, dapat memanfaatkan kembali tabungan yang telah mereka kumpulkan.
5. Meningkatkan kemandirian daerah
Dengan adanya faktor-faktor produksi (capital, tanah, SDM) yang merupakan kekuatan dimiliki oleh daerah, dimanfaatkan dan didayagunakan sepenuhnya untuk memanfaatkan berbagai peluang yang ada, maka ketergantungan terhadap investasi dari luar daerah (maupun luar negeri) akan terkurangi, serta investasi ekonomi rakyat, dapat berkembang pesat. Kemandirian daerah tentu akan berdampak pada kemandirian nasional, sebab nasional terdiri dari daerah-daerah, sehingga dengan sendirinya ketergantungan terhadap utang luar negeri akan terkurangi.
Adanya pemerataan pertumbuhan, terjadinya keseimbangan pertumbuhan kota dan desa, berkurangnya kesenjangan usaha besar-usaha kecil, tentunya hal ini akan mengurangi kemungkinan ketidakstabilan daerah. Kecemburuan sosial dengan sendirinya akan terkurangi, sebab adanya kesejahteraan yang merata akan menimbulkan multiplier effect maupun interdependensi antar satu bagian dengan bagian yang lain.
Era otonomi daerah merupakan peluang untuk memberdayakan ekonomi rakyat dengan memanfaatkan lembaga keuangan mikro. Melalui keuangan mikro kebangkitan ekonomi rakyat (sekaligus ekonomi nasional) maupun pengurangan kemiskinan, akan dilakukan oleh rakyat sendiri. Memang telah tiba saatnya, masyarakat menemukan jalannya sendiri untuk mengatasi persoalan yang mereka hadapi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar